Politik adalah cara untuk mencapai tujuan dan apapun bisa dipolitisasi agar tujuan itu bisa tercapai. Bukan hal yang aneh lagi bila segala cara dihalalkan dan dilakukan untuk bisa mencapai tujuan ini tanpa mempedulikan yang lain. Yang penting tujuan pribadi, kelompok, dan golongan itu tercapai, yang lain untuk apa dipikirkan. Bagaimana nanti saja! Begitukah?!
Banyak cara untuk bisa membenarkan perilaku demikian karena semua alasan itu pun bisa dirasionalisasikan sehingga seolah memang benar. Alasan bisa dibuat sedemikian rupa agar bisa diterima oleh akal yang dianggap ataupun merasa sehat. Mengapa demikian?! Persepsi, pandangan, dan keyakinan terhadap apa yang disebut dengan rasional itu sendiri pun sudah tidak jelas. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan rasional?! Apakah yang dianggap rasional itu pasti mengabaikan faktor-faktor irasional?!
Banyak cara untuk bisa membenarkan perilaku demikian karena semua alasan itu pun bisa dirasionalisasikan sehingga seolah memang benar. Alasan bisa dibuat sedemikian rupa agar bisa diterima oleh akal yang dianggap ataupun merasa sehat. Mengapa demikian?! Persepsi, pandangan, dan keyakinan terhadap apa yang disebut dengan rasional itu sendiri pun sudah tidak jelas. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan rasional?! Apakah yang dianggap rasional itu pasti mengabaikan faktor-faktor irasional?!
Nah, ini kemudian menjadi sebuah kekonyolan di mana manusia kemudian menjadi berlomba untuk serasional mungkin untuk bisa mendapatkan nilai “pintar”. Betul, hanya orang yang memiliki intelegensia tinggi saja yang mampu berpikir secara rasional. Namun demikian, semua ini tidak menjamin bahwa kualitas daya kemampuan berpikirnya juga tinggi. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi terutama kestabilan emosi, kesehatan fisik dan jiwa, rasa percaya diri, serta sifat-sifat dan berbagai masalah yang ada dalam dirinya. Bila tidak mampu berpikir secara objektif, maka rasional itu tidak akan pernah menjadi rasional melainkan hanya rasionalisasi untuk membenarkan diri semata.
Salah satu contohnya adalah politik uang alias money politic yang dilakukan oleh banyak kandidat. Masih banyak yang berpikir bahwa dengan memberikan uang, pakaian, dan makanan kepada calon pemilih merupakan sebuah bukti dan tindak nyata dari kepedulian terhadap rakyat kecil. Berbeda dengan janji-janji muluk karena ini lebih nyata dan dapat dilihat serta dirasakan langsung.
Sungguh sangat disayangkan sekali bila semua ini dianggap benar karena bila dipikirkan lebih jauh lagi, apa yang telah dilakukan oleh kandidat merupakan sebuah bentuk dari pembodohan. Masyarakat kecil dibuat percaya seolah memang benar dia peduli dan seolah juga benar bisa memberikan sebuah tindakan nyata dan tidak hanya mengumbar janji. Pertanyaannya, dari manakah kandidat tersebut mendapatkan uang untuk bisa membeli dan membelanjakan semua itu?! Apakah uang bisa didapat dengan mudahnya dan seberapa banyak orang yang benar tulus dan ikhlas memberikannya tanpa ada pamrih?!
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk “membeli” inilah yang membuat biaya politik di dalam setiap kali pemilihan umum berlangsung menjadi tinggi. Belum lagi termasuk koruptor “kecil-kecilan” yang me-mark up harga barang-barang itu, semakin tidak karuan lagi biaya yang dikeluarkan. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Mendagri dan diberitakan di berbagai media massa beberapa waktu lalu, bahwa beban biaya politik tinggi inilah yang menjadi faktor utama penyebab terjadinya banyak korupsi yang dilakukan oleh Kepala Daerah di Indonesia. Uang yang dikeluarkan itu tentunya harus dikembalikan dan bahkan lebih tinggi dari yang seharusnya apalagi bila sudah berhubungan dengan swasta.” Business is business, there is no compromise in business” – bisnis adalah bisnis, tidak ada kompromi di dalam bisnis. Yang ada adalah berupa kesepakatan baik formal maupun informal di mana harus ada keuntungan di dalamnya.
Jika demikian, apa benar pembagian itu sebuah bentuk kepedulian terhadap rakyat kecil?! Korupsi terus berlanjut dan pada akhirnya, siapa juga yang dirugikan.Pada akhirnya, uang, pakaian dan makanan itu tidak dibeli dan diberikan oleh kandidat untuk rakyat kecil tetapi dibeli oleh uang rakyat untuk kepentingan kandidat dan kelompoknya. Apakah ini bisa dikatakan sebuah perbuatan yang rasional dan masuk di akal?!
Begitu juga dengan soal Tim Sukses. Saya seringkali ingin bertanya kepada kandidat dan partai, bagaimana sebenarnya kriteria seseorang bisa terpilih menjadi bagian dari Tim Sukses dan apa sebenarnya yang dilakukan oleh Tim Sukses ini. Sama halnya dengan konsultan politik. Apa sebenarnya yang telah dilakukan oleh mereka semua sehingga kemenangan itu bisa diraih?! Jika hanya dengan menghabiskan banyak uang saja, semua juga bisa dibeli. Yang jadi pertanyaan, mampukah untuk memberikan kemenangan kepada seorang kandidat dengan cara yang terhormat?!
Sekali lagi, sudah menjadi bukti bahwa banyak sekali Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang harus menjalani hukuman dan sedang diproses secara hukum akibat tindakan korupsi. Mereka memang menang dan terpilih tetapi mereka juga harus membayarnya dengan harga yang sangat mahal. Bukan hanya soal materi semata tetapi juga harga diri dan kehormatan. Tidakkah ada yang memikirkan apa yang sebenarnya terjadi hingga kemenangan itu ada namun kehancuran tetap terus berlanjut?! Ini bukan masalah janji-janji muluk tetapi yang seharusnya dipikirkan juga adalah bagaimana kemenangan itu bisa terjadi.
Bila dirasionalisasikan, Tim Sukses memang benar adalah sebuah Tim yang bisa membawa seorang kandidat menjadi pemenangan dan menjadi sebuah prestasi serta keberhasilan bila Tim Sukses bisa menghantarkan kandidat menjadi yang terpilih dan menduduki jabatan yang diinginkan tersebut. Sekarang, apa benar Tim Sukses itu melakukan semua ini untuk kepentingan kandidat?! Berapa banyak yang berebut untuk menjadi Tim Sukses agar bisa mendapatkan banyak hal yang diinginkannya?! Apalagi jika kandidatnya “polos” dan tidak tahu banyak, mudah sekali dipermainkan.
Darimana seorang kandidat bisa tahu bahwa apa yang dikatakan oleh Tim Sukses itu memang benar. Mudah untuk berkata soal jumlah dukungan di daerah tertentu berikut jumlah dana yang dibutuhkan untuk “menjaga suara” mereka. Data pun bisa direkayasa dengan mudahnya, apakah seorang Kandidat punya banyak waktu, kapasitas, dan kualitas untuk memeriksanya satu demi satu?! Rasionalisasi “mendapatkan suara” dan “menjaga suara” untuk mendapatkan “uang” bagi kepentingan pribadi sedemikian mudahnya dibuat. Bila sampai terjadi sesuatu, bukan mereka, kan, yang bertanggung jawab?! Siapa yang dirugikan?!
Lagipula sangat aneh bila Tim Sukses ini fungsinya hanya untuk me-lobby dan membayar para konsultan untuk mendapatkan banyak hal yang diperlukan oleh kandidat. Di mana-mana, Tim Sukses ini seharusnya berisi para ahli di berbagai bidang yang berperan di dalam melakukan analisa dan membantu menentukan strategi dan taktik. Tidak diperlukan lagi konsultan politik kecuali untuk hal-hal yang khusus dan tidak dikuasai oleh banyak orang. Yang diperlukan justru adalah orang-orang yang menerapkan hasil analisa dan strategi serta taktik yang sudah ditentukan. Sama sekali tidak rasional bagi saya bila tim sukses tidak memiliki keahlian khusus dalam berbagai bidang dan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan riset serta analisa. Amat sangat lebih tidak rasional lagi jika tim sukses tidak memiliki kapasitas dan kemampuan untuk membantu kandidat untuk bisa memenangkan pemilihan umum dengan cara-cara yang baik dan benar tetapi hanya mengandalkan uang dan kemampuan berdagang.
Saya dulu sekali pernah sempat bertemu dan berbincang dengan Ken Mehlman, mantan campaign manager George W. Bush secara informal dalam sebuah acara makan malam bersama beberapa orang teman diplomat dan pengusaha muda asing. Meski sudah lama sekali, saya tidak pernah bisa melupakan satu kalimatnya atas jawaban yang saya ajukan tentang apa Tim Sukses itu. Beliau berkata, “Tim Sukses adalah sekumpulan orang-orang ahli yang bekerja untuk mendukung satu matahari.”
Satu matahari, bukan untuk kepentingan matahari-matahari yang meski tidak nampak tetapi bisa memiliki pundi-pundi yang gemuk semata. Jika saja ada kandidat yang mau berpikir panjang tentang hal ini, tentunya akan sangat membantu kandidat itu sendiri. Uang bisa lebih dihemat dan kesuksesan pun bisa diraih dengan cara yang lebih terhormat.
Yang mana sebenarnya yang rasional dan yang mana yang hanya merupakan rasionalisasi politik berupa pembenaran di dalam pemilihan umum ini?! Satu hal yang pasti menurut saya, rasionalisasi politik ini merupakan buah dari nafsu dan ambisi yang sama sekali tidak rasional, tidak kreatif, dan bisa merupakan sebuah bentuk dari tindakan kriminal yang melanggar hukum serta norma dan etika. Amat sangat berbahaya dan menjerumuskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar